20 Nisan 2009 Pazartesi

Terjemahan Al-Qur’an Surat Al-Fatah Ayat (27-29)

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحيمِ           

لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِن شَاء اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُؤُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِن دُونِ ذَلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا

Surat al-Fatah Ayat ke-27 :  

Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.

    هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا

Surat al-Fatah Ayat ke-28 :  

Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.

مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Surat al-Fatah Ayat ke-29 :  

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.

Khutbah Haji Wada' Rasulullah SAW

Hari itu Hari Tarwiyah 10 H. Saat itu Rasulullah Saw. pergi ke Mina dan melaksanakan shalat zuhur, asar, magrib, isya, dan subuh di sana. Seusai menanti beberapa seat hingga matahari terbit, beliau lantas melanjutkan perjalanan hing­ga tiba di Arafah. Tenda-tenda waktu itu telah didirikan di sana. Beliau pun masuk tenda yang disiapkan bagi beliau.

Setelah matahari tergelincir, Rasulullah Saw. meminta agar Al-Qashwa', unta beliau, didatangkan. Beliau kemudian menungganginya hingga tiba di tengah Padang Arafah. Di sana telah berkumpul sekitar 124.000 atau 144.000 kaum Muslim. Beliau kemudian berdiri di hadapan mereka me­nyampaikan khutbah haji terakhir beliau yang lebih dikenal dengan sebutan haji wada':
Wahai manusia!
Dengarkanlah nasihatku baik-baik, karena barangkali aku tidak dapat lagi bertemu muka dengan kamu semua di tempat ini. Tahukah kamu semua, hari apakah ini? (Beliau menjawab sendiri) Inilah Hari Nahr, hari kurban yang suci.Tahukah kamu bulan apakah ini? Inilah bulan suci. Tahukah kalian tempat apakah ini? Inilah kota yang suci. Karena itu, aku permaklumkan kepada kalian semua bahwa darah dan nyawa kalian, harts bends kalian dan kehormatan yang satu terhadap yang lainnya haram atas kalian sampai kalian bertemu dengan Tuhanmu kelak. Semua harus kalian sucikan sebagaimana sucinya hari ini, sebagaimana sucinya bulan ini, dan sebagaimana sucinya kota ini. Hendaklah berita ini disampaikan kepada orang-orang yang tidak hadir di tempat ini oleh kamu sekalian! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!

Hari ini hendaklah dihapuskan segala macam bentuk riba. Barang siapa yang memegang amanah di tangannya, maka hendaklah is bayarkan kepada yang empunya. Dan, sesungguhnya riba jahiliah adalah batil. Dan awal riba yang pertama sekali kuberantas adalah riba yang dilakukan pamanku sendiri, Al-'Abbas bin'Abdul-Muththalib.

Hari ini haruslah dihapuskan semua bentuk pembalasan dendam pembunuhan jahiliah, dan penuntutan darah cara jahiliah. Yang pertama kali kuhapuskan adalah tuntutan darah 'Amir bin Al-Harits.
Wahai manusia! Hari ini setan telah putus asa untuk dapat disembah pada bumimu yang suci ini. Tetapi, ia bangga jika kamu dapat menaatinya walau dalam perkara yang kelihatannya kecil sekalipun. Karena itu, waspadalah kalian atasnya! Wahai manusia! Sesungguhnya zaman itu beredar sejakAllah menjadikan langit dan bumi. Wahai manusia! Sesungguhnya bagi kaum wanita (istri kalian) itu ada hak-hakyang harus kalian penuhi, dan bagi kalian juga ada hak-hak yang harus dipenuhi istri itu. Yaitu, mereka tidak boleh sekali-kali membawa orang lain ke tempat tidur selain kalian sendiri, dan mereka tak boleh membawa orang lain yang tidak kalian sukai ke rumah kalian, kecuali setelah mendapat izin dari kalian terlebih dahulu. Karena itu, sekiranya kaum wanita itu melanggar ketentuan-ketentuan demikian, sesungguhnya Allah telah mengizinkan kalian untuk meninggalkan mereka, dan kalian boleh melecut ringan terhadap diri mereka yang berdosa itu.Tetapi,jika mereka berhenti dan tunduk kepada kalian, menjadi kewajiban kalianlah untuk memberi nafkah dan pakaian mereka dengan sebaik-baiknya. Ingatlah, kaum hawa adalah makhluk yang lemah di samping kalian. Mereka tidak berkuasa. Kalian telah membawa mereka dengan suatu amanah dari Tuhan dan kalian telah halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. Karena itu, bertakwalah kepada Allah tentang urusan wanita dan terimalah wasiat ini untuk bergaul baik dengan mereka. Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!
Wahai manusia! Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian sesuatu, yang jika kalian memeganginya erat­-erat, niscaya kalian tidak akan sesat selamanya. Yaitu: Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Wahai manusia! Dengarkanlah baik-baik spa yang kuucapkan kepada kalian, niscaya kalian bahagia untuk selamanya dalam hidupmu! Wahai manusia! Kalian hendaklah mengerti bahwa orang-orang beriman itu bersaudara. Karena itu, bagi tiap­-tiap pribadi di antara kalian terlarang keras mengambil harta saudaranya, kecuali dengan izin hati yang ikhlas. Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah saksikanlah!

Janganlah kalian, setelah aku meninggal nanti, kembali kepada kekafiran, yang sebagian kalian mempermainkan senjata untuk menebas batang leher kawannya yang lain. Sebab, bukankah telah kutinggalkan untuk kalian pedoman yang benar, yang jika kalian mengambilnya sebagai pegangan dan lentera kehidupan kalian, tentu kalian tidak akan sesat, yakni Kitab Allah (AI­Quran).
Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!
Wahai manusia! Sesungguhnya Tuhan kalian itu satu, dan sesungguhnya kalian berasal dari satu bapak. Kalian semua dari Adam dan Adam terjadi dari tanah. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian semua di sisi Tuhan adalah orang yang paling bertakwa. Tidak sedikit pun ada kelebihan bangsa Arab dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa.
Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!

Karena itu, siapa saja yang hadir di antara kalian di tempat ini berkewajiban untuk menyampaikan wasiat ini kepada mereka yang tidak hadir!

Tak lama setelah Rasulullah Saw. menyampaikan khutbah tersebut, turunlah firman Allah, Pada hari ini telah Kusem­purnakan bagi kalian agama kalian dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku dan Islam telah Kuridhai menjadi agama bagi kalian
(QS AI-Ma'idah [5]: 3).


Mendengar firman Allah tersebut, 'Umar bin Al-Khath­thab pun meneteskan air mata. Melihat hal itu, dia pun dita­nya,
"'Umar! Mengapa engkau menangis? Bukankah engkau ini jarang sekali menangis?"
"Karena aku tahu, selepas kesempurnaan hanya ada ke­kurangan," jawab Umar. Ia telah merasakan suasana perpisahan (wada') terakhir dengan Rasulullah SAW yang sangat dicintainya.
(Diceritakan kembali dari sebuah hadis yang dituturkan oleh Al-Bukhari dari 'Abdullah bin 'Umar dan sebuah kisah yang dituturkan oleh Ibnu Hisyam dalam Al-Sirah Al-Nabawiyyah dalam Teladan indah Rasullulah dalam ibadah, Ahmad Rofi 'Usmani)

Riyadhus Salihin - Bab Taubat : Hadis Dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik

Al İmam An Nawawi,  Riyadhus Salihin


باب التوبة Bab 2  Taubat 


Hadis Dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik


بسم الله الرحمن الرحيم


الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين، نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين


21. Dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik dan ia - yakni Abdullah -adalah pembimbing Ka'ab r.a. dari golongan anak-anaknya ketika Ka'ab - yakni ayahnya itu - sudah buta matanya, katanya: "Saya mendengar Ka'ab bin Malik r.a. menceriterakan perihal peristiwanya sendiri ketika membelakang - ertinya tidak mengikuti - Rasulullah s.a.w. dalam peperangan Tabuk."


Ka'ab berkata: "Saya tidak pernah membelakang - tidak mengikuti - Rasulullah s.a.w. dalam suatu peperangan pun kecuali dalam peperangan Tabuk. Hanya saja saya juga pernah tidak mengikuti dalam peperangan Badar, tetapi beliau s.a.w. tidak mengolok-olokkan seseorangpun yang tidak mengikutinya itu - yakni Badar. Hanyasanya Rasulullah s.a.w. keluar bersama kaum Muslimin menghendaki kafilahnya kaum Quraisy, sehingga Allah Ta'ala mengumpulkan antara mereka itu dengan musuhnya dalam waktu yang tidak tertentukan. Saya juga ikut menyaksikan bersama Rasulullah s.a.w. di malam 'aqabah di waktu kita berjanji saling memperkukuhkan Islam dan saya tidak senang andaikata tidak mengikuti malam 'aqabah itu sekalipun umpamanya saya ikut menyaksikan peperangan Badar dan sekalipun pula bahawa peperangan Badar itu lebih termasyhur sebutannya di kalangan para manusia daripada malam 'aqabah tadi. Perihal keadaanku ketika saya tidak mengikuti Rasulullah s.a.w. dalam peperangan Tabuk ialah bahawa saya sama-sekali tidak lebih kuat dan tidak pula lebih ringan dalam perasaanku sewaktu saya tidak mengikuti peperangan tersebut. Demi Allah saya belum pernah mengumpulkan dua buah kenderaan sebelum adanya peperangan Tabuk itu, sedang untuk peperangan ini saya dapat mengumpulkan keduanya. Tidak pula Rasulullah s.a.w. itu menghendaki suatu peperangan, melainkan tentu beliau berniat pula dengan peperangan yang berikutnya sehingga sampai terjadinya peperangan Tabuk. Rasulullah s.a.w. berangkat dalam peperangan Tabuk itu dalam keadaan panas yang sangat dan menghadapi suatu perjalanan yang jauh lagi harus menempuh daerah yang sukar memperolehi air dan tentulah pula akan menghadapi musuh yang jumlahnya amat besar sekali. Beliau s.a.w. kemudian menghuraikan maksudnya itu kepada seluruh kaum Muslimin dan menjelaskan persoalan mereka, supaya mereka dapat bersiap untuk menyediakan perbekalan peperangan mereka. Beliau s.a.w. memberitahukan pada mereka dengan tujuan yang dikehendaki. Kaum Muslimin yang menyertai Rasulullah s.a.w. itu banyak sekali, tetapi mereka itu tidak terdaftarkan dalam  sebuah  buku  yang terpelihara." Yang dimaksud oleh Ka'ab ialah adanya buku catatan yang berisi daftar mereka itu.


Ka'ab berkata: "Maka sedikit sekali orang yang ingin untuk tidak menyertai peperangan tadi, melainkan ia juga menyangka bahawa dirinya akan tersamarkan, selama tidak ada wahyu yang turun dari Allah Ta'ala - maksudnya kerana banyaknya orang yang mengikuti, maka orang yang berniat tidak mengikuti tentu tidak akan diketahui oleh siapapun sebab catatannya pun tidak ada.


Rasulullah s.a.w. berangkat dalam peperangan Tabuk itu di kala buah-buahan sedang enak-enaknya dan naungan-naungan di bawahnya sedang nyaman-nyamannya. Saya amat senang sekali pada buah-buahan serta naungan itu. Rasulullah s.a.w. bersiap-siap dan sekalian kaum Muslimin juga demikian. Saya mulai pergi untuk ikut bersiap-siap pula dengan beliau, tetapi saya lalu mundur lagi dan tidak ada sesuatu urusan pun yang saya selesaikan, hanya dalam hati saya berkata bahawa saya dapat sewaktu-waktu berangkat jikalau saya menginginkan. Hal yang sedemikian itu selalu saja menghulur-hulurkan waktu persiapanku, sehingga orang-orang giat sekali untuk mengadakan perbekalan mereka, sedangkan saya sendiri belum ada persiapan sedikitpun. Kemudian saya pergi lagi lalu kembali pula dan tidak pula ada sesuatu urusan yang dapat saya selesaikan. Keadaan sedemikian ini terus-menerus menyebabkan saya menghulur-hulurkan waktu keberangkatanku, sehingga orang-orang banyak telah bergegas-gegas dan majulah mereka yang hendak mengikuti peperangan itu. Saya bermaksud akan berangkat kemudian dan selanjutnya tentu dapat menyusul mereka yang berangkat terlebih dulu. Alangkah baiknya sekiranya maksud itu saya laksanakan, tetapi kiranya yang sedemikian tadi tidak ditakdirkan untuk dapat saya kerjakan. Dengan begitu maka setiap saya keluar bertemu dengan orang-orang banyak setelah berangkatnya Rasulullah s.a.w. itu, keadaan sekelilingku itu selalu menyedihkan hatiku, kerana saya mengetahui bahawa diriku itu hanyalah sebagai suatu tuntunan yang dapat dituduh melakukan kemunafikan atau hanya sebagai seseorang yang dianggap beruzur oleh Allah Ta'ala kerana termasuk golongan kaum yang lemah - tidak kuasa mengikuti peperangan.


Rasulullah s.a.w. kiranya tidak mengingat akan diriku sehingga beliau datang di Tabuk, maka sewaktu beliau duduk di kalangan kaumnya di Tabuk, tiba-tiba bertanya: "Apa yang dilakukan oleh Ka'ab bin Malik?" Seorang dari golongan Bani Salimah menjawab: "Ya Rasulullah, ia ditahan oleh pakaian indahnya dan oleh keadaan sekelilingnya yang permai pandangannya." Kemudian Mu'az bin Jabal r.a. berkata: "Buruk sekali yang kau katakan itu. Demi Allah ya Rasulullah, kita tidak pernah melihat keadaan Ka'ab itu kecuali yang baik-baik saja." Rasulullah s.a.w. berdiam diri. Ketika beliau s.a.w. dalam keadaan seperti itu lalu melihat ada seorang yang mengenakan pakaian serba putih yang digerak-gerakkan oleh fatamorgana - sesuatu yang nampak semacam air dalam keadaan yang panas terik di padang pasir - Rasulullah s.a.w. bersabda: "Engkaukah Abu Khaitsamah? "Memang orang itu adalah Abu Khaitsamah al-Anshari dan ia adalah yang pernah bersedekah dengan sesha' kurma ketika dicaci oleh kaum munafikin.


Ka'ab berkata selanjutnya: "Setelah ada berita yang sampai di telingaku bahawa Rasulullah s.a.w. telah menuju kembali dengan kafilahnya dari Tabuk, maka datanglah kesedihanku lalu saya mulai mengingat-ingat bagaimana sekiranya saya berdusta - untuk mengada-adakan alasan tidak mengikuti peperangan. Saya berkata pada diriku, bagaimana caranya supaya dapat terkeluar - terhindar dari kemurkaannya esok sekiranya beliau telah tiba. Saya pun meminta bantuan untuk menemukan jalan keluar dari kesulitan ini dengan setiap orang yang banyak mempunyai pendapat dari golongan keluargaku. Setelah diberitahukan bahawa Rasulullah s.a.w. telah tiba maka lenyaplah kebathilan dari jiwaku - yakni keinginan akan berdusta itu - sehingga saya mengetahui bahawa saya tidak dapat menyelamatkan diriku dari kemurkaannya itu dengan sesuatu apapun untuk selama-lamanya. Oleh sebab itu saya menyatukan pendapat hendak mengatakan secara sebenarnya belaka.


Rasulullah s.a.w. itu apabila datang dari perjalanan, tentu memulai dengan memasuki masjid, kemudian bersembahyang dua rakaat, kemudian duduk di hadapan orang banyak. Setelah beliau melakukan yang sedemikian itu, maka datanglah padanya orang-orang yang membelakang - tidak mengikuti peperangan - untuk mengemukakan alasan mereka dan mereka pun bersumpah dalam mengemukakan alasan-alasannya itu. Jumlah yang tidak mengikuti itu ada lapan puluh lebih - tiga sampai sembilan. Beliau s.a.w. menerima alasan-alasan yang mereka kemukakan secara terus terang itu, juga membai'at - meminta janji setia - mereka serta memohonkan pengampunan untuk mereka pula, sedang apa yang tersimpan dalam hati mereka bulat-bulat diserahkan kepada Allah Ta'ala. Demikianlah sehingga saya pun datanglah menghadap beliau s.a.w. itu. Setelah saya mengucapkan salam padanya, beliau tersenyum bagaikan senyumnya orang yang murka, kemudian bersabda: "Kemarilah!" Saya mendatanginya sambil berjalan sehingga saya duduk di hadapannya, kemudian beliau s.a.w. bertanya padaku: "Apakah yang menyebabkan engkau tertinggal bukankah engkau telah membeli unta untuk kenderaanmu?"


Ka'ab berkata: "Saya lalu menjawab: Ya Rasulullah, sesungguhnya saya, demi Allah, andaikata saya duduk di sisi selain Tuan dari golongan ahli dunia, nescayalah saya berpendapat bahawa saya akan dapat keluar dari kemurkaannya dengan mengemukakan suatu alasan. Sebenarnya saya telah dikurniai kepandaian dalam bercakap-cakap. Tetapi saya ini, demi Allah, pasti dapat mengerti bahawa andai kata saya memberitahukan kepada Tuan dengan suatu ceritera bohong pada hari ini yang Tuan akan merasa rela dengan ucapanku itu, namun sesungguhnya Allah hampir-hampir akan memurkai Tuan kerana perbuatanku itu. Sebaliknya jikalau saya memberitahukan kepada Tuan dengan ceritera yang sebenarnya yang dengan demikian itu Tuan akan murka atas diriku dalam hal ini, sesungguhnya saya hanyalah menginginkan keakhiran yang baik dari Allah 'Azzawajalla. Demi Allah, saya tidak beruzur sedikitpun - sehingga tidak mengikuti peperangan itu. Demi Allah, sama sekali saya belum merasakan bahawa saya lebih kuat dan lebih ringan untuk mengikutinya itu, yakni di waktu saya membelakang daripada Tuan -sehingga jadi tidak ikut berangkat."


Ka'ab berkata: "Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: Tentang orang ini, maka pembicaraannya memang benar - tidak berdusta. Oleh sebab itu bolehlah engkau berdiri sehingga Allah akan memberikan keputusannya tentang dirimu."


Ada beberapa orang dari golongan Bani Salimah yang berjalan mengikuti jejakku, mereka berkata: "Demi Allah, kita tidak menganggap bahawa engkau telah pernah bersalah dengan melakukan sesuatu dosapun sebelum saat ini. Engkau agaknya tidak kuasa, mengapa engkau tidak mengemukakan keuzuranmu saja kepada Rasulullah s.a.w. sebagaimana keuzuran yang dikemukakan oleh orang-orang yang tertinggal yang lain-lain. Sebenarnya bukankah telah mencukupi untuk menghilangkan dosamu itu jikalau Rasulullah s.a.w. suka memohonkan mengampunan kepada Allah untukmu.


Ka'ab berkata: "Demi Allah, tidak henti-hentinya orang-orang itu mengolok-olokkan diriku - kerana menggunakan cara yang dilakukan sebagaimana di atas yang telah terjadi itu - sehingga saya  sekali hendak kembali saja kepada Rasulullah s.a.w. – untuk mengikuti cara orang-orang Bani Salimah itu, agar saya mendustakan diriku sendiri. Kemudian saya berkata kepada orang-orang itu: "Apakah ada orang lain yang menemui peristiwa sebagaimana hal yang saya temui itu?" Orang-orang itu menjawab: "Ya, ada dua orang yang menemui keadaan seperti itu. Keduanya berkata sebagaimana yang engkau katakan lalu terhadap keduanya itupun diucapkan - oleh Rasulullah s.a.w. - sebagaimana kata-kata yang diucapkan padamu."


Ka'ab berkata: "Siapakah kedua orang itu?" Orang-orang menjawab: "Mereka itu ialah Murarah bin Rabi'ah al-'Amiri dan Hilal bin Umayyah al-Waqifi."


Ka'ab berkata: "Orang-orang itu menyebut-nyebutkan di mukaku bahawa kedua orang itu adalah orang-orang shahih dan juga benar-benar ikut menyaksikan peperangan Badar dan keduanya dapat dijadikan sebagai contoh - dalam keberanian dan lain-lain."


Ka'ab berkata: "Saya pun lalu terus pergi di kala mereka telah selesai menyebut-nyebutkan tentang kedua orang tersebut di atas di mukaku.


Rasulullah s.a.w. melarang kita - kaum Muslimin - untuk bercakap-cakap dengan ketiga orang di antara orang-orang yang sama membelakang - tidak mengikuti perjalanan - beliau itu."


Ka'ab berkata: "Orang-orang sama menjauhi kita," dalam riwayat lain ia berkata: "Orang-orang sama berubah sikap terhadap kita bertiga, sehingga dalam jiwaku seolah-olah bumi ini tidak mengenal lagi akan diriku, maka seolah-olah bumi ini adalah bukan bumi yang saya kenal sebelumnya. Kita bertiga berhal demikian itu selama lima puluh malam - dengan harinya. Adapun dua kawan saya, maka keduanya itu menetap saja dan selalu duduk-duduk di rumahnya sambil menangis. Tentang saya sendiri, maka saya adalah yang termuda di kalangan kita bertiga dan lebih tahan - mendapatkan ujian. Oleh sebab itu saya pun keluar serta menyaksikan shalat jamaah bersama kaum Muslimin lain-lain dan juga suka berkeliling di pasar-pasar, tetapi tidak seorang pun yang mengajak bicara padaku. Saya pernah mendatangi Rasulullah s.a.w. dan mengucapkan salam padanya dan beliau ada di majlisnya sehabis shalat, kemudian saya berkata dalam hatiku, apakah beliau menggerakkan kedua bibirnya untuk menjawab salamku itu ataukah tidak. Selanjutnya saya bersembahyang dekat sekali pada tempatnya itu dan saya mengamat-amatinya dengan pandanganku. Jikalau saya mulai mengerjakan shalat, beliau melihat padaku, tetapi jikalau saya menoleh padanya, beliaupun lalu memalingkan mukanya dari pandanganku.


Demikian halnya, sehingga setelah terasa amat lama sekali penyeteruan kaum Muslimin itu terhadap diriku, lalu saya berjalan sehingga saya menaiki dinding muka dari rumah Abu Qatadah. Ia adalah anak pamanku - jadi sepupunya - dan ia adalah orang yang tercinta bagiku di antara semua orang. Saya memberikan salam padanya, tetapi demi Allah, ia tidak menjawab salamku itu. Kemudian saya berkata kepadanya: "Hai Abu Qatadah, saya hendak bertanya padamu kerana Allah, apakah engkau mengetahui bahawa saya ini mencintai Allah dan RasulNya s.a.w.?" Ia diam saja, lalu saya ulangi lagi dan bertanya sekali iagi padanya, ia pun masih diam saja. Akhirnya saya ulangi lagi dan saya menanyakannya sekali lagi, lalu ia berkata: "Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui tentang itu." Oleh sebab jawabnya ini, maka mengalirlah air mataku dan saya meninggalkannya sehingga saya menaiki dinding rumah tadi.


Di kala saya berjalan di pasar kota, tiba-tiba ada seorang petani dari golongan petani negeri Syam (Palestina), iaitu dari golongan orang-orang yang datang dengan membawa makanan yang hendak dijualnya di Madinah, lalu orang itu berkata: "Siapakah yang suka menunjukkan, manakah yang bernama Ka'ab bin Malik." Orang-orang lain sama menunjukkannya ke arahku, sehingga orang itu pun mendatangi tempatku, kemudian menyerahkan sepucuk surat dari raja Ghassan - yang beragama Kristian. Saya memang orang yang dapat menulis, maka surat itupun saya baca, tiba-tiba isinya adalah sebagai berikut:


"Amma ba'd. Sebenarnya telah sampai berita pada kami bahawa sahabatmu - yakni Muhammad s.a.w. - telah menyeterumu. Allah tidaklah menjadikan engkau untuk menjadi orang hina di dunia ataupun orang yang dihilangkan hak-haknya. Maka dari itu susullah kami - maksudnya datanglah di tempat kami - maka kami akan menggembirakan hatimu."


Kemudian saya berkata setelah selesai membacanya itu: "Ah, inipun juga termasuk bencana pula," lalu saya menuju ke dapur dengan membawa surat tadi kemudian saya membakarnya. Selanjutnya setelah lepas waktu selama empat puluh hari dari jumlah lima puluh hari, sedang waktu agak terlambat datangnya tiba-tiba datanglah di tempatku seorang utusan dari Rasulullah s.a.w., terus berkata: "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. memerintahkan pada mu supaya engkau menyendirikan isterimu." Saya bertanya: "Apakah saya harus menceraikannya ataukah apa yang harus saya lakukan?" Ia berkata: "Tidak usah menceraikan, tetapi menyendirilah daripadanya, jadi jangan sekali-kali engkau mendekatinya." Rasulullah s.a.w. juga mengirimkan utusan kepada kedua sahabat saya - yang senasib di atas - sebagaimana yang dikirimkannya padaku. Oleh sebab itu lalu saya berkata pada isteriku: "Susullah dulu keluargamu - maksudnya pergilah ke tempat kedua orang tuamu. Beradalah di sisi mereka sehingga Allah akan menentukan bagaimana kelanjutan peristiwa ini."


Isteri Hilal bin Umayyah mendatangi Rasulullah s.a.w., lalu berkata pada beliau: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Hilal bin Umayyah itu seorang yang amat tua dan hanya sebatang kara, tidak mempunyai pelayan juga. Apakah Tuan juga tidak senang andaikata saya tetap melayaninya?" Beliau s.a.w. menjawab: "Tidak, tetapi jangan sekali-kali ia mendekatimu - jangan berkumpul seketiduran denganmu." Isterinya berkata lagi: "Sesungguhnya Hilal itu demi Allah, sudah tidak mempunyai gerak sama sekali pada sesuatu pun dan demi Allah, ia senantiasa menangis sejak terjadinya peristiwa itu sampai pada hari ini."


Sebahagian keluargaku berkata padaku: "Alangkah baiknya sekiranya engkau meminta izin kepada Rasulullah s.a.w. dalam persoalan isterimu itu. Rasulullah s.a.w. juga telah mengizinkan kepada isteri Hilal bin Umayyah untuk tetap melayaninya." Saya berkata: "Saya tidak akan meminta izin untuk isteriku itu kepada Rasulullah s.a.w., saya pun tidak tahu bagaimana nanti yang akan diucapkan oleh Rasulullah s.a.w. sekiranya saya meminta izin pada beliau perihal isteriku itu - yakni supaya boleh tetap melayani diriku? Saya adalah seorang yang masih muda." Saya tetap berkeadaan sebagaimana di atas itu - tanpa isteri -selama sepuluh malam dengan harinya sekali maka telah genaplah jumlahnya menjadi lima puluh hari sejak kaum Muslimin dilarang bercakap-cakap dengan kita.


Selanjutnya saya bersembahyang Subuh pada pagi hari kelima puluh itu di muka rumah dari salah satu rumah keluarga kami. Kemudian di kala saya sedang duduk dalam keadaan yang disebutkan oleh Allah Ta'ala perihal diri kita itu - yakni ketika kami bertiga sedang dikucilkan, jiwa ku terasa amat sempit sedang bumi yang luas terasa amat kecil, tiba-tiba saya mendengar suara teriakan seseorang yang berada di atas gunung Sala' - sebuah gunung di Madinah, ia berkata dengan suaranya yang amat keras: "Hai Ka'ab bin Malik, bergembiralah." Segera setelah mendengar itu, saya pun bersujud - syukur - dan saya meyakinkan bahawa telah ada kelapangan yang datang untukku. Rasulullah s.a.w. telah memberitahukan pada orang-orang banyak bahawa taubat kita bertiga telah diterima oleh Allah 'Azzawajalla, iaitu di waktu beliau  bersembahyang  Subuh. Maka orang-orang pun menyampaikan berita gembira itu pada kita dan ada  pula pembawa-pembawa  kegembiraan  itu  yang  mendatangi kedua sahabatku - yang senasib. Ada seorang yang dengan cepat-cepat melarikan kudanya serta bergegas-gegas menuju ke tempatku dari golongan Aslam - namanya Hamzah bin Umar al-Aslami. Ia menaiki gunung dan suaranya itu kiranya lebih cepat terdengar olehku daripada datangnya kuda itu sendiri. Setelah dia datang padaku yakni orang yang ku dengar suaranya tadi, ia pun memberikan berita gembira padaku, kemudian saya melepaskan kedua bajuku dan saya berikan kepadanya untuk dipakai, sebagai hadiah dari berita gembira yang disampaikannya itu. Demi Allah, saya tidak mempunyai pakaian selain keduanya tadi pada hari itu. Maka saya pun meminjam dua buah baju - dari orang lain - dan saya kenakan lalu berangkat menuju ke tempat Rasulullah s.a.w. Orang-orang sama menyambut kedatanganku itu sekelompok demi sekelompok menyatakan ikut gembira padaku sebab taubatku yang telah diterima. Mereka berkata: "Semogagembiralah hatimu kerana Allah  telah   menerima  taubatmu  itu."  Demikian  akhirnya  saya memasuki masjid, di situ Rasulullah s.a.w. sedang duduk dan di sekelilingnya ada beberapa orang. Thalhah bin Ubaidullah r.a. lalu berdiri cepat-cepat kemudian menjabat tanganku dan menyatakan ikut gembira atas diriku. Demi Allah tidak ada seorang pun dari golongan kaum Muhajirin yang berdiri selain Thalhah itu. Oleh sebab itu Ka'ab tidak akan melupakan peristiwa itu untuk Thalhah.


Ka'ab   berkata:   "Ketika   saya   mengucapkan   salam   kepada Rasulullah   s.a.w.   beliau   tampak   berseri-seri  wajahnya   kerana gembiranya lalu bersabda: "Bergembiralah dengan datangnya suatu hari baik yang pernah engkau alami sejak engkau dilahirkan oleh ibumu. "Saya bertanya: "Apakah itu datangnya dari sisi Tuan sendiri ya Rasulullah, atau kah dari sisi Allah?" Beliau s.a.w. menjawab: "Tidak dari aku sendiri, tetapi memang dari Allah 'Azzawajalla". Rasulullah s.a.w. itu apabila gembira hatinya, maka wajahnya pun bersinar indah, seolah-olah wajahnya itu adalah sepenuh bulan, kita semua mengetahui hal itu.


Setelah saya duduk di hadapannya, saya lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya untuk menyatakan taubatku itu ialah saya hendak melepaskan sebahagian hartaku sebagai sedekah kepada Allah dan RasulNya." Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tahanlah untukmu sendiri sebahagian dari harta-hartamu itu, sebab yang sedemikian itu adalah lebih baik." Saya menjawab: "Sebenarnya saya telah menahan bahagianku yang ada di tanah Khaibar." Selanjutnya saya meneruskan: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah telah menyelamatkan diriku dengan jalan berkata benar, maka sebagai tanda taubatku pula ialah bahawa saya tidak akan berkata kecuali yang sebenarnya saja selama kehidupanku yang masih tertinggal." Demi Allah, belum pernah saya melihat seseorang pun dari kalangan kaum Muslimin yang diberi cubaan oleh Allah Ta'ala dengan sebab kebenaran kata-kata yang diucapkan, sejak saya menyebutkan hal itu kepada Rasulullah s.a.w. yang jadinya lebih baik dari yang telah dicubakan oleh Allah Ta'ala pada diriku sendiri. Demi Allah, saya tidak bermaksud akan berdusta sedikitpun sejak saya mengatakan itu kepada Rasulullah s.a.w. sampai pada hariku ini dan sesungguhnya saya pun mengharapkan agar Allah Ta'ala senantiasa melindungi diriku dari kedustaan itu dalam kehidupan yang masih tertinggal untukku."


Ka'ab berkata; "Kemudian Allah Ta'ala menurunkan wahyu yang ertinya:


"Sesungguhnya Allah telah menerima taubatnya Nabi, kaum Muhajirin dan Anshar yang mengikutinya - ikut berperang – dalam masa kesulitan - sampai di firmanNya yang bererti [6] ; Sesungguhnya Allah itu adalah Maha Penyantun lagi Penyayang kepada mereka.


Juga Allah telah menerima taubat tiga orang yang ditinggalkan di  belakang, sehingga terasa sempitlah bagi mereka bumi yang terbentang luas ini - sampai di firmanNya yang bererti - Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah engkau semua bersama orang-orang yang benar." (at-Taubah: 117-119)


Ka'ab berkata: "Demi Allah, belum pernah Allah mengurniakan kenikmatan padaku sama sekali setelah saya memperolehi petunjuk dari Allah untuk memeluk Agama Islam ini, yang kenikmatan itu lebih besar dalam perasaan jiwaku, melebihi perkataan benarku yang saya sampaikan kepada Rasulullah s.a.w., sebab saya tidak mendustainya, sehingga andaikata demikian tentulah saya akan rosak sebagaimana kerosakan yang dialami oleh orang-orang yang berdusta - maksudnya ialah kerosakan agama bagi dirinya, akhlak dan lain-lain. Sesungguhnya Allah Ta'ala telah berfirman kepada orang-orang yang berdusta ketika diturunkannya wahyu, iaitu suatu kata-kata terburuk yang pernah diucapkan kepada seseorang.                     Allah Ta'ala berfirman yang ertinya:


"Mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, ketika engkau kembali kepada mereka, supaya engkau dapat membiarkan mereka. Sebab itu berpalinglah dari mereka itu, sesungguhnya mereka itu kotor dan tempatnya adalah neraka Jahanam, sebagai pembalasan dari apa yang mereka lakukan.


Mereka bersumpah kepadamu supaya engkau merasa senang kepada  mereka, tetapi  biarpun engkau  merasa senang kepada mereka, namun Allah tidak senang kepada kaum yang fasik itu." (at-Taubah: 95-96)


Ka'ab berkata: "Kita semua bertiga ditinggalkan, sehingga tidak termasuk dalam urusan golongan orang-orang yang diterima oleh Rasulullah s.a.w. perihal alasan-alasan mereka itu, iaitu ketika mereka juga bersumpah padanya, lalu memberikan janji-janji kepada mereka supaya setia dan memohonkan pengampunan untuk mereka pula. Rasulullah s.a.w. telah mengakhirkan urusan kita bertiga itu sehingga Allah memberikan keputusan dalam peristiwa tersebut." Allah Ta'ala berfirman: "Dan juga kepada tiga orang yang ditinggalkan."


Bukannya yang disebutkan di situ iaitu dengan firmanNya "Tiga orang yang ditinggalkan dimaksudkan kita membelakang dari peperangan, tetapi Rasulullah s.a.w. yang meninggalkan kita bertiga tadi dan menunda urusan kita, dengan tujuan untuk memisahkan dari orang-orang yang bersumpah dan mengemukakan alasan-alasan padanya, kemudian menyampaikan masing-masing keuzurannya dan selanjutnya beliau s.a.w., menerima alasan-alasan mereka tersebut." (Muttafaq 'alaih)


Dalam  sebuah  riwayat disebutkan:  "Bahawasanya  Rasulullah s.a.w. keluar untuk berangkat ke peperangan Tabuk pada hari Khamis dan memang beliau s.a.w. suka sekali kalau keluar pada hari Khamis itu."


Dalam riwayat lain disebutkan pula: "Beliau s.a.w. tidak datang dari sesuatu perjalanan melainkan di waktu siang di dalam saat dhuhadan jikalau beliau s.a.w. telah datang, maka lebih dulu masuk ke dalam masjid, kemudian bersembahyang dua rakaat lalu duduk di dalamnya."


Keterangan:


Secara jelasnya makna Khullifuu dalam ayat di atas itu ialah: ditangguhkannya tiga orang itu perihal dimaafkannya dan ditundanya untuk diterima taubatnya sehingga lima puluh hari lima puluh malam lamanya.


Jadi Khullifuu bukan bermaksud ditinggalkannya orang tiga di atas oleh Rasulullah s.a.w. dan sahabat-sahabatnya ketika tidak mengikuti perang Tabuk.


Oleh sebab itu orang lain yang tidak mengikuti perang Tabuk dan berani bersumpah serta mengemukakan alasan-alasan yang beraneka macamnya, lalu dimaafkan oleh Nabi s.a.w. dan tidak ikut dikucilkan, tidak dapat dimasukkan dalam golongan "Tiga orang yang ditinggalkan" tersebut. Jadi diterima atau tidaknya alasan yang mereka kemukakan itu belum dapat dipastikan kebenarannya, sebab yang Maha Mengetahui hanyalah Allah Ta'ala sendiri. Jelasnya kalau benar alasannya, tentulah dimaafkan oleh Allah, sedang kalau tidak, tentu saja ada siksanya bagi orang yang berdusta itu, apabila Allah tidak mengampuninya.


Adapun tiga orang di atas sudah pasti dimaafkan dan juga telah diterima taubatnya.

8 Ayat Dalam Surat An-Nisa Lebih Baik Dari Segala Hal Di Dunia



بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمـَنِ الرَّحِيمِ



يُرِيدُ اللّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ وَيَتُوبَ عَلَيْكُمْ

 وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ



Surat An-Nisa Ayat ke-26 :

Allah hendak menerangkan (hukum syariat-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para nabi dan salihin) dan (hendak) menerima tobatmu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.



وَاللّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَن تَمِيلُواْ مَيْلاً عَظِيمًا



Surat An-Nisa Ayat ke-27 :

Dan Allah hendak menerima tobatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).



يُرِيدُ اللّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ وَخُلِقَ الإِنسَانُ ضَعِيفًا



Surat An-Nisa Ayat ke-28 :

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.



إِن تَجْتَنِبُواْ كَبَآئِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلاً كَرِيمًا



Surat An-Nisa Ayat ke-31 :

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).  



إِنَّ اللّهَ لاَ يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِن تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِن لَّدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا



Surat An-Nisa Ayat ke-40 :

Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebaikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.



إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء

وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا



Surat An-Nisa Ayat ke-48 :

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.



وَمَن يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللّهَ يَجِدِ اللّهَ غَفُورًا رَّحِيمًا



Surat An-Nisa Ayat ke-110 :

Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.



إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء

وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا



Surat An-Nisa Ayat ke-116 :

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.